INOVASI DALAM PENDIDIKAN:
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
I.
PENDAHULUAN
Budaya
yang ingin serba cepat dan suasana bersaing di dunia kerja sekarang
ini secara tidak langsung mempengaruhi orangtua untuk menjadikan anak-anaknya
super dan unggul di segala bidang. Sebagian orangtua beranggapan bahwa semakin
cepat seorang anak menguasai sesuatu keterampilan, semakin baik dan hebat sang
anak itu di lingkunganya.
Padahal,
setiap anak adalah anugerah individu yang unik yang seyogianya berkembang
secara alamiah, sesuai dengan fitrah, usia, psikis, fisik, minat, kepekaan
mereka untuk mempelajari dan menguasai sesuatu yang
membutuhkan waktu serta melewati suatu proses. Untuk itu, diperlukan
suatu cara agar anak merasa nyaman dan tidak terbebani dalam belajar. Misalnya,
dapat menggunakan cara belajar secara aktif-positif (active learning),
belajar yang menarik (attractive learning), dan belajar yang
menyenangkan (joyful learning). Itulah sebabnya, dibutuhkan inovasi dalam pendidikan.
II.
PEMBAHASAN
- Pengertian Inovasi Pendidikan
Pengertian inovasi pendidikan dapat
juga diartikan sebagai metode pendidikan yang dianjurkan bagi usia anak usia
dini. Metodependidikan seharusnya merangsang kecerdasan mejemuk anak
balita, karena pada usia ini mereka sedang berada di masa keemasan (golden
age). Metode Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang
diprakarsai oleh Dr. Howard Gardner, guru besar bidang pendidikan di Harvard
University ini terdiri dari delapan kecerdasan, yaitu:
1. bahasa atau linguistik
2. logis dan matematis
3. spasial (tilik ruang)
4. kinestetik (jasmani)
5. musikal
6. interpersonal
7. intrapersonal
8. naturalis
Delapan kecerdasan di atas juga
menunjang makna pendidikan yang diusung oleh Unesco, yang meliputi
empat pilar, yaitu belajar untuk mengetahui makna dan manfaat sesuatu bagi
kehidupan (learning to know), belajar untuk bisa melakukan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan (learning to do), belajar untuk menjadi diri
sendiri dan paham terhadap kebutuhan serta jati dirinya (learning to be),
dan belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya (learning to
live together).
Menurut Penjelasan Undang-undang
Sistem Pendidikan Republik Indonesia No.20/2003. Pasal 28. Ayat 1: Pendidikan
usia dini diselenggarakan bagi anak yang sejak lahir sampai dengan
enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar
Beberapa penyelenggara pendidikan
anak usia dini (Taman Kanak-kanak) di Indonesia sudah mulai menerapkan metode
Kecerdasan Majemuk sebagai inovasi dalam pendidikan anak usia dini, yang mana
setiap keunggulan anak akan lebih diarahkan lagi agar menjadi anak yang
berbakat dan mengasah kecerdasan anak yang belum menonjol lainnya sehingga
tidak saja pengetahuan yang didapat melainkan keterampilan hidup sebagai bekal di
masa depannya.
- Inovasi Pendidikan
penelitian metateori yang dilakukan
oleh T.Mooij dkk (2007) dari Centrum voor Begaafheid Onderzoek (pusat
penelitian giftedness) Universitas Nijmegen – Belanda, memperlihatkan
bahwa trend pendidikan anak cerdas istimewa secara mainstream kini lebih
menyadari bahwa pendidikan untuk berbagai kelompok gifted ini lebih baik
berada dalam sekolah atau kelas-kelas reguler bersama dengan anak-anak usia
sebayanya. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak ini dapat melakukan kontak yang
baik dengan peer grup atau sebayanya, guna pengembangan sosial emosional
yang tepat yaitu pengembangan self-esteem yang baik serta self-concepts
yang realistis. Disamping itu, anak-anak ini juga membutuhkan metoda
tersendiri terutama ditujukan pada aktualisasi prestasi dengan pendekatan
multitalenta (lihat teori multifaktor dari Kurt Heller), maka dalam kelas-kelas
reguler kepadanya diperlukan kurikulum yang sesuai dengan level masing-masing
serta adanya kurikulum berdiferensiasi. Bentuk sekolah atau kelas reguler yang
menerima beragam keunikan anak, dan memberikan tawaran pedidikan sesuai dengan
keunikan anak didik, disebut sebagai
Diferensiasi
kurikulum bagi anak gifted dapat dibagi dalam 4 bentuk (Mooij dkk,
2007):
- Pengkayaan (enrichment): yaitu berupa tawaran ekstra
materi pelajaran yang dimaksudkan untuk pendalaman dan perluasan.
- Pemadatan atau pemampatan (compacting): yaitu berupa pemampatan
materi pelajaran reguler. Atau dengan kata lain bahwa pelajaran yang
diberikan tidak perlu dilakukan pengulangan-pengulangan yang memang
diperlukan sebagai latihan bagi anak-anak normal13.
- Paruh waktu (part-time)
dalam kelompok-plus atau kelas-plus (pull-out): dimana dalam kelompok/kelas
itu diadakan ekstra aktivitas atau program yang menantang khusus untuk
anak-anak gifted. Kegiatan dalam kelompok/kelas plus ini dilakukan
beberapa jam dalam satu minggu. Bila anak-anak gifted tersebut
membutuhkan kegiatan yang menantang guna memenuhi kebutuhan
keberbakatannya, ia dapat sementara waktu keluar dari kelasnya (pull-out),
masuk ke dalam kelompok-plus atau kelas-plus tersebut, bersama-sama dengan
anakanak gifted lainnya dalam berbagai usia mengerjakan berbagai
proyek yang diminatinya. Kelas-kelas seperti ini sering juga disebut Kangaroo-class.
- Percepatan (acceleration): yaitu berupa lompat kelas (Class
skipping). Namun percepatan ini membutuhkan beberapa pertimbangan
berupa:
v kematangan sosial emosional
v kapasitas intelektual
v prestasi
v adanya lompatan perkembangan
didaktik
v persetujuan orang tua
v penerimaan guru
- Bentuk Bentuk Inovasi Pendidikan
Dalam inovasi pendidikan, secara umum
dapat diberikan dua buah model inovasi yang baru yaitu: Pertama "top-down
model" yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu
sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi
pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini.
Kedua "bottom-up model" yaitu
model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan
sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Disamping
kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal lain yang muncul tatkala
membicarakan inovasi pendidikan yaitu: 1). kendala-kendala, termasuk resistensi
dari pihak pelaksana inovasi seperti guru, siswa, masyarakat dan sebagainya, 2).
faktor-faktor seperti guru, siswa, kurikulum, fasilitas dan dana 3). lingkup
sosial masyarakat.
Dalam kaitan ini Ibrahim (1989)
mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang,
kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau
discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan
masalah (Subandiyah 1992: 80) Proses dan tahapan perubahan itu ada kaitannya
dengan masalah pengembangan (development), penyebaran (diffusion), diseminasi
(dissemination), perencanaan (planning), adopsi (adoption), penerapan
(implementation) dan evaluasi (evaluation).
Inovasi pendidikan seperti yang
dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing cenderung
merupakan "Top-Down Inovation". Inovasi ini sengaja diciptakan oleh
atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk
meningkatkan efisiensi dan sebagainya.
Inovasi seperti ini dilakukan dan
diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan
memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan
bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Inovasi
pendididkan “Bottom-Up Innovation" di mana diciptakan berdasarkan
ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat dan Model yang kedua ini jarang
dilakukan di Indonesia selama ini karena sitem pendidikan yang sentralistis.
Strategi
inovasi “Top-Down Inovation” merupakan perampasan terhadap kebebasan berfikir
anak di mana Strategi inovasi ini member ruang pemaksaaan berdasarkan
kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan
kaidah-kaidah inovasi itu sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan kehendak,
ide dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi
yang sebenarnya dimana inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan memegang
peranan yang sangat kuat pengaruhnya dalam menerapkan ide-ide baru dan
perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya.
Pihak pelaksana yang sebenarnya merupakan obyek utama dari inovasi itu sendiri
sama sekali tidak dilibatkan baik dalam proses perencanaan maupun
pelaksanaannya. Para inovator hanya menganggap pelaksana sebagai obyek semata
dan bukan sebagai subyek yang juga harus diperhatikan dan dilibatkan secara
aktif dalam proses
perencanaan dan pengimplementasiannya.
Sedangkan Strategi
inovasi yang kedua adalah empirik Rasional. Asumsi dasar dalam strategi ini
adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya atau akalnya sehingga
mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitan dengan ini inovator
bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik
valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Di samping itu, strategi ini
didasarkan atas pandangan yang optimistik.
III.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami bahas. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi khalayak pada
umumnya, serta penyusun mohon maaf apabila dalam menyusun makalah terdapat kesalahan
dan kekhilafan dan tak lupa penyusun sangat mengharapkan saran serta kritik
yang konstruktif demi kebaikan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar